Senjakala Imperium dan Gema yang Tak Pernah Padam

Retak dari Dalam: Analisis Komparatif Keruntuhan Majapahit dan Romawi Barat

Keruntuhan sebuah imperium jarang disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan oleh akumulasi keretakan internal yang melemahkan fondasi negara dari dalam. Baik Majapahit maupun Kekaisaran Romawi Barat menunjukkan pola yang mencolok: krisis suksesi yang tidak terkelola dengan baik memicu perang saudara yang menghancurkan. Konflik internal ini menguras sumber daya militer dan ekonomi, membuat negara menjadi sangat rentan terhadap tekanan eksternal yang akhirnya memberikan pukulan terakhir. Dengan demikian, ancaman eksternal seperti kebangkitan Demak atau invasi bangsa Barbar sering kali hanyalah gejala akhir dari penyakit yang lebih dalam, yaitu kegagalan dalam menyelesaikan “jebakan suksesi”.

 

Faktor Internal Keruntuhan Majapahit

Benih-benih kemunduran Majapahit mulai tumbuh bahkan pada masa kejayaannya.

  • Perang Bubat (1357): Tragedi ini, yang dipicu oleh ambisi Gajah Mada, tidak hanya merusak hubungan diplomatik dengan Kerajaan Sunda tetapi juga menciptakan keretakan antara Hayam Wuruk dan mahapatihnya yang paling kuat. Ini adalah luka politik yang tidak pernah sepenuhnya sembuh.
  • Krisis Suksesi: Wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389 menjadi titik balik yang menentukan. Tanpa adanya putra mahkota yang jelas dan tak terbantahkan dari permaisurinya, takhta menjadi rebutan. Hal ini menciptakan kekosongan kekuasaan dan memicu persaingan antar cabang keluarga kerajaan.   
  • Perang Paregreg (1404–1406): Krisis suksesi ini memuncak dalam Perang Paregreg, sebuah perang saudara yang menghancurkan antara istana barat yang dipimpin oleh Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk) dan istana timur yang dipimpin oleh Bhre Wirabhumi (putra Hayam Wuruk dari seorang selir). Perang ini berlangsung selama beberapa tahun, menguras kekayaan, tenaga, dan persatuan kerajaan. Perang Paregreg secara luas dianggap sebagai penyebab utama kemunduran Majapahit yang tak terpulihkan.  

Faktor Eksternal Majapahit

Kerajaan yang telah melemah dari dalam menjadi mangsa empuk bagi kekuatan-kekuatan baru yang muncul di sekitarnya. Di pesisir utara Jawa, Kesultanan Demak tumbuh menjadi kekuatan politik dan militer yang signifikan. Ironisnya, pendiri Demak, Raden Patah, diyakini memiliki hubungan darah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Pada tahun 1527, Demak melancarkan serangan terakhir yang meruntuhkan sisa-sisa kekuasaan Majapahit di Daha (Kediri). Selain itu, kebangkitan Kesultanan Malaka sebagai pusat perdagangan baru di Selat Malaka juga secara bertahap menggerus dominasi maritim dan ekonomi Majapahit.  

 

Paralel dengan Keruntuhan Romawi Barat

Kisah keruntuhan Majapahit memiliki kesejajaran yang kuat dengan kejatuhan Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 M.

  • Ketidakstabilan Politik: Romawi mengalami “Krisis Abad Ketiga,” serangkaian perang saudara yang tak berkesudahan, dan suksesi kaisar yang cepat dan sering kali penuh kekerasan. Seperti Perang Paregreg, konflik internal ini mengalihkan perhatian dan sumber daya dari pertahanan perbatasan.
  • Krisis Ekonomi: Romawi menderita hiperinflasi, pajak yang mencekik, dan runtuhnya jaringan perdagangan. Krisis ini diperparah oleh pengeluaran militer yang membengkak untuk membiayai perang saudara, mirip dengan tekanan ekonomi yang dihadapi Majapahit pasca-Paregreg.

  • Tekanan Eksternal: “Invasi Bangsa Barbar” oleh suku-suku seperti Goth, Vandal, dan Hun sering disebut sebagai penyebab utama kejatuhan Roma. Namun, seperti halnya Demak, kelompok-kelompok ini sering kali pada awalnya adalah sekutu atau tentara bayaran Romawi. Mereka mampu mengalahkan Roma hanya karena kekaisaran itu sudah sangat lemah akibat perpecahan internal.

 

Gema Majapahit: Pengaruhnya terhadap Identitas Indonesia Modern

Meskipun Kerajaan Majapahit telah runtuh berabad-abad yang lalu, gemanya tidak pernah benar-benar padam. Warisan Majapahit, baik sebagai konsep politik maupun sebagai simbol budaya, secara aktif dibangkitkan kembali pada abad ke-20 untuk menjadi fondasi ideologis bagi negara Indonesia modern. Pengadopsian narasi dan simbol Majapahit oleh para pendiri bangsa bukanlah sekadar apresiasi sejarah, melainkan sebuah tindakan politik yang disengaja. Mereka membutuhkan preseden pra-kolonial untuk sebuah kepulauan yang bersatu guna melegitimasi perjuangan anti-kolonial dan membangun identitas nasional yang baru. Majapahit, seperti yang digambarkan dalam teks-teks kuno, menyediakan model historis yang sempurna untuk tujuan ini.

 

Warisan Konsep Kesatuan Nusantara

Salah satu warisan terbesar Majapahit adalah konsep Nusantara. Pada masa keemasannya, Majapahit berhasil menyatukan sebagian besar wilayah yang kini menjadi Indonesia di bawah satu pengaruh politik. Gagasan tentang sebuah entitas politik yang mencakup seluruh kepulauan ini menjadi inspirasi kuat bagi para tokoh pergerakan nasional Indonesia pada awal abad ke-20. Tokoh-tokoh seperti Muhammad Yamin secara eksplisit merujuk pada wilayah kekuasaan Majapahit yang tercatat dalam  Nagarakertagama sebagai justifikasi historis untuk batas-batas teritorial negara Indonesia yang akan merdeka. Dengan demikian, Majapahit menyediakan cetak biru historis untuk konsep “Indonesia” itu sendiri.

 

Simbolisme Negara Modern

Pengaruh Majapahit juga terpatri secara permanen dalam simbol-simbol negara Republik Indonesia.

  • Bhinneka Tunggal Ika: Semboyan nasional Indonesia, yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu,” diambil langsung dari Kakawin Sutasoma. Meskipun konteks aslinya adalah tentang kesatuan teologis Siwa dan Buddha, para pendiri bangsa mengadaptasinya menjadi filosofi untuk menyatukan ratusan suku, budaya, dan agama di Indonesia modern.
  • Bendera Merah Putih: Warna merah dan putih diyakini telah digunakan sebagai panji-panji kebesaran pada masa Kerajaan Majapahit. Catatan sejarah menunjukkan bahwa warna-warna ini digunakan dalam upacara-upacara kerajaan, termasuk pada masa penobatan Hayam Wuruk, menjadikannya simbol yang memiliki akar sejarah yang dalam.
  • Lambang Lainnya: Meskipun tidak secara eksklusif, banyak simbol nasional lainnya, termasuk penggunaan nama “Gajah Mada” untuk universitas terkemuka dan “Bhayangkara” untuk kepolisian nasional, menunjukkan betapa dalamnya pengaruh Majapahit dalam imajinasi kolektif bangsa.

Majapahit dalam Memori Kolektif

Bagi bangsa Indonesia, Majapahit berfungsi sebagai sumber kebanggaan nasional, sebuah “zaman keemasan” yang membuktikan bahwa bangsa di Nusantara pernah mencapai puncak kejayaan sebagai imperium yang besar dan disegani. Memori kolektif ini terus dipelihara melalui kurikulum pendidikan, dihidupkan kembali dalam budaya populer, dan dilestarikan melalui upaya arkeologis di situs-situs peninggalannya, terutama di Trowulan, yang diyakini sebagai bekas ibu kotanya. Majapahit menjadi jangkar historis bagi identitas Indonesia, sebuah narasi tentang persatuan dan kebesaran masa lalu yang menjadi inspirasi untuk masa depan.

Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top